Arigoethe's Story

Mempermalukan emosi

Posted in Day Events by arigoethe on August 10. 2010


Minggu ini adalah minggu yang berat bagi saya. Segala macam jenis masalah datang berganti, entah kenapa tiba-tiba terbesit di pikiran saya untuk memaafkan diri sendiri. Ya, suatu tindakan yang sangat berguna untuk pemecahan masalah saya. Minggu berat itu di mulai dari kemalingannya di rumah saya, hal yang sangat saya sesalkan karena orang yang di percaya malah menjadi penyebabnya. Polisi, itulah jalan terbaik untuk menyelesaikannya. Permasalahan kedua datang dari lingkungan pekerjaan. Tuduhan memanupulasi absensi kehadiran adalah tuduhan yang amat sangat menghina kreadibilitas saya sebagai salah satu mahluk sosial langka yang sangat menjunjung kejujuran dan harga diri.  Marah! Itulah reaksi pertama saya ketika merasa didudukkan di keadaan yang – menurut saya – tidak pada tempatnya, yaitu “penipu”. Saya merasa punya kemampuan dan kualitas yang – saya rasa – lebih dari cukup untuk berada di tempat lain. Yang lebih tinggi, lebih baik, lebih sesuai harapan.

Ada hari-hari ketika saya merasa keadaan akan menjadi lebih baik dengan umpatan, makian, dan rengekan. Siapa tahu mereka akan mendengarkan protes saya, menyadari kekeliruannya, dan menganggap saya better person.
Reaksi yang sepertinya sangat normal bagi siapapun yang merasa tengah diperlakukan dengan tidak adil. Saya berpikir untuk segera angkat kaki dari pekerjaan ini, dan mencari pekerjaan lain yang bisa memandang saya tidak dengan sebelah mata. Saya berpikir sepertinya karma itu datang lagi, karma dari pekerjaan. Teringat setahun silam disaat saya masih jadi seorang pengajar yang sangat berpengaruh di kota tempat saya tinggal, dengan setumpuk prestasi membanggakan yang dilakukan oleh anak muda yang hanya berumur seperempat abad. Nama saya mentereng seantero negeri dalam bidang pendidikan, walaupun tidak institusi besar tapi saya cukup di perhitungkan di kota saya. Saya memilih keluar karena mulai merasa dipandang remeh. “Lebih baik mengasingkan diri dari pada menyerah pada kemunafikan” Soe Hok Gie, itulah yang terlintas didalam pikiran saya, dan dengan ketegasan yang kuat, saya berhenti dari dunia pendidikan yang membesarkan nama saya, untuk memulai petualangan yang baru.

Teryata kita tidak selamanya bisa lari dari masalah, dan kini masalah itu datang lagi. Pemalsuan absensi adalah hal yang sangat memalukan yang pernah di tuduhkan ke saya di dalam dunia kerja. Bermula dari ide kreatif saya yang ingin menekan absen tepat 1 detik sebelum terlambat. Saya pikir ini adalah suatu kreatifitas tinggi yang di dampingi oleh keberuntungan jika bisa terjadi. Tapi, nasib  berbicara lain, ide gagal, malah tuduhan yang didapat.

Ingin rasanya saya pergi jika mengingat tentang kejujuran saya yang di injak. “ Hidup adalah soal keberanian – Menghadapi tanda Tanya – Tanpa dapat kita mengerti – Tanpa dapat kita menawar – Terimalah dan hadapilah “ Soe Hok Gie, kalimat ini member sedikit pengharapan untuk saya. Setidaknya saya akan melihat dan memantau situasi yang terjadi terlebih dahulu. Mengambil keputusan dengan tergesa-gesa dapat menyebabkan penyesalan yang panjang. Menerima dengan ikhlas segala yang terjadi adalah sesuatu yang harus saya agungkan sekarang ini. Hati “MARAH” saya harus saya damikan oleh diri sendiri. Namun apabila disaat hati yang damai tetap di ikat dengan tuduhan, disaat itu pula ia akan hilang lenyap tak berbekas tanpa berita apapun.

Saya ingat hari-hari gelap ketika kemarahan menguasai hati, jiwa, dan pikiran saya. Memprotes masa kini dengan mengagung-agungkan masa lalu dengan segala cerita yang diawali dengan frase “I was…” serta berharap datangnya masa depan yang dimulai dengan kalimat “It should be…”.
Padahal, “I was…” sudah berlalu dan “It should be…” belum terjadi… dan tidak akan pernah terjadi jika saya mempermalukan diri sendiri dengan terus-terusan marah, memaki, membenci segala. Saatnya berhenti menyalahkan sang penyebab… mulailah memerangi penyebab itu dengan pembuktian konkret – bukan sekadar teriakan protes yang malah memperkeruh jiwa.

Bukankah semua puncak tangga harus didaki dari anak tangga terbawah?

Hanya ada dua pilihan saat kita merasa dipermalukan: berteriak-teriak menghujat sang penyebab… atau bekerja keras untuk mengalahkan sang penyebab.

Leave a comment