Arigoethe's Story

Jalan perempuan

Posted in Day Events by arigoethe on August 18. 2010


Ada seorang perempuan hidup dalam bayang-bayang cinta lalunya. Hidup dengan kisah indah yang dahulu. Alasan perpisahan yang digunakan bukanlah alas an sebenarnya untuk berpisah. Bagaimana mungkin alas an perbedaan agama dan suku dipakai untuk menghancurkan hati? Memang setiap orang berhak menentukan jalan pilihan bahagianya, tidak ada satu orangpun yang bisa memaksakannya.

Satu lagi contoh betapa mudah kita menderita karena orang yang amat dekat dengan kita. Orang yang amat kita sayangi, kita cintai, kita kasihi. Ibarat kata, setipis apapun goresan di kulitnya juga bakal ikut terasa perih dibuatnya. Derai airmata hanyalah sebuah awal mula dari kesepian tanpa ujung yang mau tidak mau harus dihadapi si pemuda dengan ketabahan luar biasa.

Sepintas hanya terlihat bagaimana perempuan itu harus mengarahkan tekanan hatinya dan mengemudikannya. Sejak kepergian kekasihnya di awal tahun sudah banyak hati lain yang singgah di hatinya. Bagaimana cara melupakan hati yang bertahun-tahun mendampingi? Bumi, langit, bahkan Tuhan pun pernah jadi saksi sumpah cinta mereka.
(more…)

Mempermalukan emosi

Posted in Day Events by arigoethe on August 10. 2010


Minggu ini adalah minggu yang berat bagi saya. Segala macam jenis masalah datang berganti, entah kenapa tiba-tiba terbesit di pikiran saya untuk memaafkan diri sendiri. Ya, suatu tindakan yang sangat berguna untuk pemecahan masalah saya. Minggu berat itu di mulai dari kemalingannya di rumah saya, hal yang sangat saya sesalkan karena orang yang di percaya malah menjadi penyebabnya. Polisi, itulah jalan terbaik untuk menyelesaikannya. Permasalahan kedua datang dari lingkungan pekerjaan. Tuduhan memanupulasi absensi kehadiran adalah tuduhan yang amat sangat menghina kreadibilitas saya sebagai salah satu mahluk sosial langka yang sangat menjunjung kejujuran dan harga diri.  Marah! Itulah reaksi pertama saya ketika merasa didudukkan di keadaan yang – menurut saya – tidak pada tempatnya, yaitu “penipu”. Saya merasa punya kemampuan dan kualitas yang – saya rasa – lebih dari cukup untuk berada di tempat lain. Yang lebih tinggi, lebih baik, lebih sesuai harapan.

Ada hari-hari ketika saya merasa keadaan akan menjadi lebih baik dengan umpatan, makian, dan rengekan. Siapa tahu mereka akan mendengarkan protes saya, menyadari kekeliruannya, dan menganggap saya better person.
Reaksi yang sepertinya sangat normal bagi siapapun yang merasa tengah diperlakukan dengan tidak adil. Saya berpikir untuk segera angkat kaki dari pekerjaan ini, dan mencari pekerjaan lain yang bisa memandang saya tidak dengan sebelah mata. Saya berpikir sepertinya karma itu datang lagi, karma dari pekerjaan. Teringat setahun silam disaat saya masih jadi seorang pengajar yang sangat berpengaruh di kota tempat saya tinggal, dengan setumpuk prestasi membanggakan yang dilakukan oleh anak muda yang hanya berumur seperempat abad. Nama saya mentereng seantero negeri dalam bidang pendidikan, walaupun tidak institusi besar tapi saya cukup di perhitungkan di kota saya. Saya memilih keluar karena mulai merasa dipandang remeh. “Lebih baik mengasingkan diri dari pada menyerah pada kemunafikan” Soe Hok Gie, itulah yang terlintas didalam pikiran saya, dan dengan ketegasan yang kuat, saya berhenti dari dunia pendidikan yang membesarkan nama saya, untuk memulai petualangan yang baru.

Teryata kita tidak selamanya bisa lari dari masalah, (more…)

Kearifan Tubuh Perempuan Hanya Bisa Dicerna dengan Kecerdasan

Posted in Day Events by arigoethe on August 1. 2010

KOMPAS.com – Seks telah ada dan lahir jauh sebelum ada agama dan negara, apalagi teknologi media. Selama ribuan tahun, kearifan tubuh perempuan telah disikapi dengan kecerdasan oleh manusia purba, dimaknai dengan penuh hormat dan penuh kuasa oleh perempuan.

Ketika gagasan tentang negara mewujud, lebih tepatnya ketika ideologi untuk mendominasi memasuki ruang berpikir manusia, prinsip-prinsip patriarki menguasai cara menjalankan negara. Kontrol dan intervensi terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan, sekaligus merampas kendali perempuan atas dirinya, adalah salah satu yang utama.

Di Indonesia, intervensi negara terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan terus berlangsung. Negara penjajah menambahkan unsur rasisme terhadap perempuan pribumi, negara-negara jajahan punya unsur tak kalah dahsyat: feodalisme. Negara merdeka terus melanjutkan upaya intervensi itu.

Reformasi politik tahun 1998 meski memberi cahaya baru bagi pergerakan perempuan dan dalam beberapa hal menghasilkan kebijakan yang berpihak pada hak perempuan, tetap tidak mengurangi hasrat negara melanjutkan intervensi terhadap pendefinisian peran dan seksualitas perempuan.

Publik-privat
Lahirnya Undang-Undang Pornografi, misalnya, menurut ilmuwan filsafat Dr Gadis Arivia hanya melahirkan kedunguan pengetahuan tentang seks, menegasikan kecerdasan, dan melahirkan kekeruhan berpikir. Hiruk-pikuk komentar dan kecaman mengenai kasus-kasus yang dikategorikan “pornografi” dan “ketidakpantasan” adalah cerminan itu.

“Definisi (dalam UU Pornografi) tidak didasari penelitian dan kajian yang membentuk masyarakat cerdas terhadap seks, yang mengutamakan pendidikan tentang seks dan bukan mengandalkan mitos atau tabu dan takut terhadap seks,” tegas Gadis, pengajar pada Jurusan Filsafat Universitas Indonesia, dalam pidato pada acara ulang tahun ke-15 Yayasan Jurnal Perempuan, Kamis (29/7) lalu di Jakarta.

Pidato Gadis tampaknya merupakan tanggapan bagaimana negara (dan media) telah memasuki ranah pribadi individu dan tak lagi bisa membedakan urusan publik dan urusan privat (juga dalam soal keyakinan).
(more…)