Arigoethe's Story

Sesuatu yang Tersumbat

Posted in Day Events by arigoethe on February 8. 2011

Ini kisah nyata. Kisah lama yang tidak sengaja teringat oleh saya. Kisah yang terjadi tidak jauh dari lingkungan saya. Seorang anak menangis tergugu di pangkuan ibunya. Bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu tak habis mengerti kenapa dia tak bisa seperti anak-anak lain. “Aku nggak mau sekolah lagi! Aku nggak mau diejek teman-teman. Mereka bilang aku anaknya orang miskin, nggak punya mobil seperti mereka. Aku mau lapor polisi karena bapak nggak mau beli mobil… Padahal bapak kan pangkatnya tinggi?” keluhnya pada ibunda tercinta. Logika bocah ingusan pada fantasi sosok polisi pembela memenuhi benaknya yang tengah buntu menemukan jawaban. Sang ibu kehabisan kata-kata untuk menenangkan buah hatinya yang gundah gulana. Hanya jemari lembutnya spontan membelai rambut si bocah sebagai jawaban dalam diam. Mana mungkin menjelaskan prinsip suaminya yang tak mau menerima apapun di luar gaji bulanannya sebagai kepala instansi pemerintah di daerah terpencil. Mustahil menceritakan “kelurusan” suaminya yang tegas menolak komisi atas proyek yang harus mendapat persetujuannya – meski itu adalah praktek lazim dalam birokrasi pemerintahan. Mana bisa mengatakan suaminya melarang keras seluruh anggota keluarga memakai mobil dinas dan jatah bensin untuk keperluan pribadi. Berteguh pada prinsip memang kerap memunculkan godaan. Apalagi jika di sekitar kita berserak realita yang berlawanan dengan prinsip itu – dan bahkan menjadi cara terbaik untuk menuju garis akhir: entah itu kesuksesan, keberhasilan, atau sekadar kepuasan. Sikap ini mungkin mempunyai arti baik yang bisa mengukuhkan prinsip di dalam keluarga. Hidup serba mewah banyak membawa dampak buruk di kedepannya, memang tidak semua begitu. Tapi fakta modernisasi menjadi tontonan wajib yang tidak bisa dihindarkan sekarang ini. Orangtua bekerja keras, memeras otak, membanting tulang bahkan sampai harus bermain-main korupsi yang berujung pada pengadilan jika bernasib buruk dan kurang beruntung. Yah, walaupun banyak yang selamat di dunia, ntah bagaimana siksaannya di akhirat. Alasan terakhir mungkin hanya jadi hiasan di dalam otak pada saat ini, seseorang pernah berujar “Yang penting keluargaku bisa makan dan cukup kebutuhannya, masalah dosa atau tidak biar Allah yang nentukan, nanti disaat aku sudah mati”.

Sungguh sebuah ungkapan yang membelalakan mata disaat mendengarnya, ketegasan kalimat yang keluar dengan dalih membahagiakan keluarga. Sudahlah, lelah saya membahasnya, setiap sebuah sebab pasti ada akibatnya. Tergantung kita ingin membuat sebab seperti apa, karena setiap orang juga bebas menentukan arah dari hidupnya, neraka ataukah surga.

Leave a comment